LUTIMNEWS.COM – Sosiolog Universitas Hasanuddin Dr Sawedi Muhammad merekomendasikan agar konflik berkepanjangan yang terjadi di lingkar tambang harus segera diselesaikan.
Hal tersebut diungkapkannya dalam diskusi daring yang diselenggarakan The Sawerigading Insitute, Jumat (10/06/2020) malam yang mengangkat tema “Gerakan Sosial di Lingkar Tambang: Politik Perlawanan Masyarakat Asli Sorowako Terhadap PT INCO”.
Diskusi yang dimoderatori Direktur The Sawerigading Institue Asri Tadda itu menghadirkan Prof Jasruddin (Kepala LLDIKTI Wilayah IX Sulawesi dan Gorontalo), Prof Kathrine Robinson (Australian National University), dan Andi Baso (pendiri Kerukunan Warga Asli Sorowako) sebagai penanggap.
Menurut Sawedi, konflik yang tak kunjung usai seperti yang terjadi selama ini di wilayah tambang PT Vale Sorowako (dulu PT INCO) dapat menyebabkan hubungan yang disharmoni dari berbagai pihak.
“Konflik di lingkar tambang dapat menyebabkan disharmoni, baik antara pemerintah dengan perusahaan, masyarakat dengan perusahaan dan bahkan antar masyarakat sendiri, dan ini sangat berbahaya,” ungkapnya.
Karenanya, lanjut Sawedi, diperlukan semacam CSR (Corporate Social Responsibility) Funnel dimana semua pihak terkait dapat duduk bersama-sama untuk mencari dan menemukan solusi terhadap permasalahan yang ada.
“Di satu sisi perusahaan jelas akan bersikap pragmatis agar kegiatannya tidak terhambat. Tetapi di sisi lain tetap harus membuka diri juga bahwa ada hal-hal yang perlu mereka dengarkan dari masyarakat dan pemerintah setempat,” jelasnya.
Peraih gelar Magister Social Development dari Manila University Filipina itu lantas menyesalkan ketakhadiran perwakilan PT Vale dalam kegiatan diskusi daring yang diikuti ratusan partisipan itu.
“Seharusnya Vale lebih open minded. Diskusi-diskusi seperti ini adalah ruang untuk mengklarifikasi, berwacana dan berdiskusi. Tidak usah alergi dengan wacana-wacana seperti ini,” ujarnya.
Kendati CSR PT Vale sudah cukup banyak dirasakan oleh masyarakat di daerah ini, Sawedi tetap mengusulkan pemberian kepemilikan saham secara proporsional karena dampaknya bisa dirasakan secara berkelanjutan.
“Jika memiliki saham, akan tumbuh perasaan menjadi bagian atau memiliki perusahaan. Dengan begitu, masyarakat akan berpikir dua kali lipat untuk menimbulkan masalah-masalah yang berkaitan dengan upaya mengganggu jalannya perusahaan,” jelas dia.
Hal terakhir yang direkomendasikan Sawedi yang pernah menjabat GM Community Development PT INCO selama sekitar 8 tahun itu adalah soal rencana penutupan tambang (RPT).
“Ini sangat critical. RPT bukan hanya berbicara tentang reklamasi, tetapi juga berpikir tentang masa depan (making people think about future). Karena bagaimanapun tambang pasti akan berakhir,” tegasnya.
Maka itu, lanjut Sawedi, diperlukan sebuah road map untuk menyiapkan hal tersebut dengan melibatkan semua pihak, termasuk pemerintah daerah.
“Masyarakat tidak bisa dibiarkan berjuang sendiri-sendiri. Vale juga demikian, jangan menutup diri lagi. Ini adalah sebuah simbiosis mutualisme. Sebaiknya semua duduk bersama-sama membahas semua hal ini,” ujar dosen Fisip Unhas itu.
Untuk diketahui, Sawedi menyelesaikan program doktoral di Universitas Negeri Makassar (UNM) tahun 2014 dengan riset terkait konflik di lingkar tambang PT INCO dan menjadikannya buku berjudul ‘Gelombang Perlawanan Di Tepian Matano: Resistensi Masyarakat Sorowako terhadap PT INCO’.