Bakso Malang Kota “Cak Eko”, Sebuah Gagasan dari Ruang Tunggu Bandara

Bakso Malang Kota “Cak Eko”SEKALI LAGI KITA akan belajar bahwa keinginan seseorang untuk hidup mandiri tidaklah semudah membalikkan tangan. Wirausahawan muda asal Surabaya, Henky Eko Sriyantono mengalami jatuh bangun mengecap kegagalan hingga 10 kali ketika memulai bisnisnya. Baru setelah berusaha selama 8 tahun, Henky mulai menemukan kemandiriannya setelah merintis usaha Bakso Malang Kota “Cak Eko” di rumahnya di daerah Jatiwarna, Bekasi. Pada 2006, Eko menawarkan sistem franchise melalui website, yang segera mendapatkan sambutan positif. Saat ini Bakso Malang Kota “Cak Eko” sudah mempunyai 85 cabang di seluruh Indone­sia tersebar mulai dari Jabodetabek hingga Palu. Dengan kemampuan merekrut pekerja sebanyak 300-400 orang, omzet ke-85 cabang di seluruh Indonesia itu bisa mencapai 1,6 — 2 miliar per bulan. Sebuah pencapaian yang mengagumkan.


Q: Kenapa idenya bakso?

A: Idenya sederhana saja. Pada 2005 secara tidak sengaja saya melihat ada gerai bakso di bandara Cengkareng. Hal itu membuat saya terpikir bahwa hanya dengan berjualan bakso, seseorang bisa menyewa gerai di bandara yang biayanya pasti ratusan juta rupiah setahun. Kalau begitu, bisnis ini sangat prospektif. Dari situlah inspirasi saya muncul.

 

Q: Sebelumnya, ternyata Anda sudah pernah memulai bisnis yang lain, ya. Sampai Anda juga menulis buku berjudul Obat Mujarab. Disebutkan juga Sembuhkan Penyakit Penyebab Kebangkrutan Usaha. Nah, satu hal yang pasti menarik, ini pasti ada hubungannya dengan buku ini. Anda pernah bangkrut? Pernah mengalami kegagalan usaha?

 

A: Ya, saya sudah pernah bangkrut sepuluh kali. Sudah mulai bisnis sejak 1997, mulai dari jual ponsel bekas sampai agrobisnis. Gagal. Setelah itu, husana muslim sampai kerajinan barang antik, saya tekuni. Barangnya laku, tapi saya baru dapat uangnya tiga minggu kemudian. Cash-flow tidak lancar. Lalu saya pikir, bisnis itu ternyata perlu sistem, sedangkan waktu itu saya berusaha tanpa sistem. Makanya ketika ada business opportunity ,nam tahun lalu, langsung saya ambit. Modalnya hanya 5 juta rupiah, sudah hpat gerobak. Kalau dibilang batik modal, belum pada waktu itu. Namun saya jadi dapat ilmu.

Q: Kalau saya Iihat, tukang bakso hanya membuka satu gerai, dan ada di situ terus. Paling ditambah perlahan-lahan menjadi dua atau tiga, dengan uangnya sendiri. Lain hainya dengan Cak Eko, dia membuka cabang. Ini merupakan suatu business opportunity yang di-franchise-kan. Selain itu metode promosinya berbeda. Ilmu lapangan UKM berbeda dengan ilmu sekolahan.

 

A: Saya waktu itu menggunakan strategi mengirim email ke pemimpin redaksi majalah-majalah. Saya cerita; saya setiap jam 3 pagi harus meng­giling daging di pasar Pondok Gede, terus bikin bakso untuk jualan. Nah, ternyata itu menyentuh.

Q: Dengan dimuat di media akhirnya datanglah orang-orang yang ingin membeli franchise itu? Dijual berapa franchise-nya?

A: Pertama itu saya menarik franchise itu antara 30 sampai 35 juta rupiah. Mereka memperoleh peralatan. Karyawan dari pihak mitra kami ajarkan bagaimana cara memasaknya. Namun bahan baku kami sediakan. Itu 85 persen. Kuah baksonya instan, sudah saya ramu. Tinggal didihkan berapa liter air, dimasukkan begitu saja sudah jadi. Karena sudah diberi brand, rasanya juga harus sama.

Q: Usaha yang kecil, biasanya orang belum merekrut karyawan yang banyak. Apalagi sekretaris, jadi biasanya dipekerjakan suami istri ya.

Tadi disebutkan ada sepuluh penyakit kebangkrutan. Salah satunya adalah mengajak istri. Mengajak istri ternyata juga bisa jadi masalah?

A: Memang saya mengalami proses dari gagal jatuh-bangun sampai sekarang dapat mandiri. Istri saya juga tahu bagaimana komitmen saya ter­hadap usaha sehingga pada saat melakukan usaha bakso, mindset bisnis­nya sudah terbentuk. Mulai dari bagaimana saya struggle untuk meyakin­kan bahwa kesuksesan tinggal satu langkah lagi. Saya selalu bilang seperti itu. Nah akhirnya pada saat saya buka usaha bakso, kerangka pemikiran istri sudah terbentuk untuk berwirausaha.

Q: Oke. Yang jadi masalah seperti apa kalau suami istri terlibat? Mindset yang tadi diceritakan?

A: Kalau mindset-nya belum siap itu, lebih nyaman kalau pihak suaminya tetap menjalankan pekerjaannya. Seorang karyawan lebih baik jangan keluar dari zona amannya dulu, sebab kalau tidak siap isa akan merasa terganggu. Nantinya, risiko pendapatan berhadapan dengan istri.

Q: Sebenarnya mungkin yang dimaksud oleh Cak Eko begini, sebagai seorang suami yang sudah memasuki kuadran wirausaha, ketika sudah invest, dia punya expected income. Expected income itu adalah penghasil­an kira-kira setelah berapa tahun, setelah usahanya jalan pendapatan­nya akan sampai. Sementara istrinya itu tidak punya expected income itu. Yang dia rasakan uang dapurnya berkurang, suaminya tak punya uang atau uangnya keluar terus, Ialu resah, dan mulai menghambat karena takut.

Sumber Buku: Wirausaha Muda Mandiri