Renyahnya Waralaba Ketela Sembari Memerangi Human Trafficking

Renyahnya Waralaba Ketela Sembari Memerangi Human TraffickingKrisis tenaga kerja di Indonesia menjadi pemicu Firmansyah untuk memulai usahanya. Ditangannya,    ketela atau singkong menjadi komoditi pangan yang cita rasanya berbeda. Dengan menggunakan gerobak milik almarhumah Sadri Budi Rahayu, sang bunda, lulusan fakultas hukum ini menggunakan brand Hommy tela.Setelah berkembang brand-nya berubah menjadi Tela Krezz. Kini berbagai variasi rasa telah dikembangkan. Mulai dari Tela Lapis, Tela Bolo-bolo, Telajana, tela Bola. Pengembangan usahanya mengadopsi pola waralaba. Mengkloning sistem sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) menjadikan usaha tela Krezz dapat dikembangkan di mana-mana. Kini lelaki berusia 28 yang bermotto “Hidup harus memberi” ini telah memiliki 623 outlet di seluruh Indonesia dengan 98 wilayah keagenan dan omzet penjualan sebesar 2 miliar rupiah perbulan.


Q: Dapatkah Anda bercerita latar belakang menjadi pengusaha? Mengapa memilih singkong? Dan apa hubungannya dengan human trafficking?

A: Dulu saya pernah ikut study exchange di Kanada. Lalu saya juga pernah ditempatkan di Entikong, perbatasan Kalimantan Barat, untuk mengikuti program community development. Di sana ternyata banyak sekali kasus perdagangan manusia atau human trafficking. Sekitar 70% TKW kita ada di Malaysia, namun tak semuanya legal. Kondisi dan permasalahan di sana ,membuka mata dan hati saya untuk ikut berbuat sesuatu. Karena itulah, sepulang dari Kanada, saya mengambii keputusan untuk tidak menggunakan ijazah sarjana saya untuk melamar pekerjaan dan bertekad akan membuka usaha sendiri.

 

Q: Jadi Anda membela manusia dengan memberikan lapangan pekerjaan?

 

A: Ya, dengan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin dan sederhana. Soal Singkong, ada cerita tersendiri. Selama enam tahun, saya tinggal di rumah yang dekat kebon singkong, tapi saya tidak mengetahuinya. Ibarat gajah di peIupuk mata tapi tidak tampak. Jadi ketika akan berbisnis, barulah saya menganggap bisnis singkong sebagai hal yang potensial. Ternyata berhasil dan bahkan saya membuat waralaba. Saat ini, sudah ada 713 outlet (per November 2008), dan 101 wilayah keagenan/perwakilan.

Q: Mengapa Anda memilih pengembangan usaha melalul jalur Waralaba?

 

A: Saya memiiih bisnis waralaba supaya jaringan cepat berkembang dan mitra kami cukup mengkloning SOP waralaba yang sudah ada. Karena suatu usaha bisa dikloning atau diduplikasi berkat adanya manual. Isinya petunjuk dan pedoman usaha/operasi dari hulu sampai ke hilir. Di situ juga diatur mengenai training, cara penjualan, proses produksinya, dan customer satisfaction-nya, distribusi, laporan keuangan, dan yang terakhir, bagi hasil atau bagi untung.

Q: Dengan uang berapa seorang investor bisa mendapatkan franchise ini?

A: Untuk menjadi outlet modalnya cukup antara 3-6,5 juta rupiah. Murah, karena bahan baku bisa diambil dari pasar lokal yang pembeliannya kami buka di tiap wilayah. Sekitar 80% komponen lokal, jadi harga bisa ditekan murah.

Q: Dari kecil Anda sudah terlatih berusaha? Bagaimana bisa sampai ke bidang ini? Apakah Iangsung membuka usaha franchise atau ada yang lain sebelum ini?

A: Awalnya dari outlet Ibu. lbu-ibu kan selalu membeli barang tapi nggak dipakai. Lalu perabot-perabot dapur milik almarhum Ibunda, saya pinjam. Tapi kemudian bingung lagi karena tidak punya perlengkapan. Akhirnya, kembali ke dapur. Jadi kalau sore hari, panci dan wajan sudah masuk ke outlet yang saya buka di depan rumah. Rebutan sama dapur. Jualnya di depan rumah, Awalnya saya hanya beli sekilo-dua kilo ketela dari pasar. Ternyata laris. Saat itu, saya perkenalkan 6 jenis rasa bumbu. Karena jumlah penjualan bertambah terus, dari sekilo menjadi 10 kilo, saya lantas punya impian, singkong ini harus bisa dijual di seluruh Indonesia. Barulah saya mencoba membuat sistemnya. Modal yang agak besar baru dikeluarkan ketika mengikuti pameran.

Saat ini kami sudah mempunyai perwakilan di berbagai daerah, mulai dari Aceh sampai ke Timika, Papua. Dari Nunukan sampai ke Nusa Tenggara, Di semua daerah tersebut pasti ada tanaman singkong. Karena salah satu syarat utamanya adalah harus singkong dulu.

Q: Tapi kan daerah-daerah tertentu ada yang tanahnya tidak bagus atau tidak cocok. Bagaimana kalau jenis ketelanya tidak cocok?

A: Ada treatment khusus untuk singkong di wilayah yang tanahnya bermasalah tersebut. Jadi kita akan kirim trainer. Tiap kali membuka perwakilan kita selalu mengirimkan trainer untuk standarisasi bahan baku, pelayanan, dan sebagainya. Bentuk treatment ini berlangsung pada proses produksi. Harus diatur lagi agar hasil sesuai seperti yang diinginkan. Misalnya, dari yang keras menjadi krezz atau renyah. Training kita lakukan karena ada standarisasi bahan baku, alat produksi, kemudian standarisasi sumber daya manusianya.

Q: Jadi total manusia yang terlibat untuk seluruh mata rantai bisnis ini ada berapa banyak?

A: Kalau rata-rata per outlet ada 1-2 orang, minimal ada 700 orang tenaga penjual. Kemudian di tiap-tiap perwakilan, rata-rata ada 5 orang yang terlibat. Artinya kalau ada 100 perwakilan, berarti total sudah ada 500 orang. Jadi di luar kantor kami sudah 1200 orang. Belum termasuk orang-orang di kantor pusat sejumlah 32 orang. semua untuk mengurusi singkong saja.

Q: Jadi, hanya dengan modal 3-6 juta rupiah, seseorang sudah bisa punya usaha lengkap (outlet, perlengkapan awal dan bahan baku awal), dan sudah bisa langsung berjualan?

A: Ya, betul. Jadi pertama kali ikut langsung semuanya disediakan, tinggal nanti repeat order kalau bahan-bahannya sudah habis. Makanya banyak yang berminat, murah, mudah, dan pasarnya ada. Perencanaan bisnis sudah kita pikirkanjuga. Ada outlet yang dalam sehari bisa menjual 100 pak, ada juga yang sampai 300 pak per hari. Rata-rata kita hitung 300 pak per hari. Kalau mereka bisa menjual 300 pak dengan harga Rp.3000,-/pak, berarti penerimaan dan penjualan sekitar Rp.900.000,- / hari. Dengan margin 30% bisa dihitung berapa potensi keuntungannya.

“Kita tidak boleh kalah dengan ego diri kita sendiri. Selama niatnya baik, apa pun yang kita usahakan dengan halal, Insya Allah Tuhan tidak akan pernah tidur dan akan memberikan jalan yang terbaik untuk kita.”

Sumber Buku: Wirausaha Muda Mandiri