Pengalaman setahun di Singapura membukakan mata Yohan bahwa membuka usaha sendiri di Indonesia jauh lebih terbuka. Berbekal pelajari hurl kegagalan pertama, ia kini menyadari bahwa ketrampilan dan hobi mendesain saja tidak cukup untuk membuka usaha. sendiri. “Perlu diperlengkapi dengan kemampuan mendapatkan konsumen,” Yohan berilham.
Tentu saja bukan berarti godaan tak pernah datang. Bergaul dengan teman-teman yang bukan pengusaha – kebanyakan mereka memilih bekerja sebagai karyawan – sesekali membuatnya berpikir apakah jalan ini sudah benar. Apalagi, pada awal-awal ia merintis usaha – apalagi tanpa modal- arus kas masih pas-pasan alias nyaris tidak ada sisanya untuk keperluan sendiri. Prioritasnya adalah, “Membayar gaji seluruh karyawan terlebih dulu, baru kita bisa menikmati sisanya. Pada saat inilah keyakinan untuk lanjut bertahan atau keluar berwirausaha berada di ambang kritis. Apalagi saat bergaul dengan teman-teman karyawan yang kelihatan sudah nyaman dengan gaji yang diterima,” katanya mengenang.
Namun Yohan kembali lagi kepada target yang telah dicanangkan sendiri. Brand Genesis yang telah dikibarkannya, harus berdiri. Usaha jasa di bidang arsitektur, interior, dan konstruksi ini, harus eksis! Mulailah ia melakukan pengembangan usaha dengan membuat sendiri produksi pesanan mebel dan konstruksi bangunan. Dari tiga divisi [divisi Irktur-arsitektur-interior-kontraktor] yang dikembangkan, tiap divisi memiliki SDM kompeten untuk mengelola pekerjaan masing-masing.
Namun, seperti pengalaman sang ayah yang jatuh bangun, Yohan pun mengalaminya. Pada suatu hari tiba-tiba saja ia dipercaya mengerjakan seluruh furnitur sebuah rumah dengan total nilai proyek ratusan juta. Karena belum berpengalaman, akhirnya proyek tersebut selesai dalam waktu setahun dengan harga-harga barang yang sudah naik. Kesempatan berkembang berubah menjadi kekecewaan karena konsumen tidak puas dengan lama pengerjaan dan kualitas pengiriman.