Berawal dari jual nasi goreng dan buku foto kopian, bisnis Salman terus berkmebang ke segala arah. Dari warnet dan penyewaan komputer, toko foto, hingga laundry, dan usaha salon. Modalnya bukan uang, melainkan kejelian membaca peluang, kemauan dan kreativitas.
MODAL UTAMA BERUSAHA adalah kemauan dan kreativias, bukan uang. Salman Azis Alsyafdi telah membuktikannya. Bisnisnya dirintis tanpa modal uang sepeser pun. Yang dilakukannya adalah jual beli – ya, jual beli, bukan berjualan nasi goreng.
Begini kisahnya. Pada tahun 2003, sebagai siswa SMU Insan Cendekia sekolah berasrama (boarding school) di Serpong, Salman dan kawan-kawan tak jarang merasa bosan dengan menu makanan yang disediakan pihak asrama. Mau mencoba makanan lain tidak bisa, tidak ada kantin yang menjual jajanan. Namun keadaan ini justru menggelitik naluri bisnis Salman. la menanyakan siapa saja yang ingin membeli makanan di luar asrama. Lalu bersama dua rekannya, ia naik sepeda hingga 3 km mencari tukang nasi goreng yang murah dan enak, dan menjualnya lagi kepada pemesan tadi.
Usaha ini tidak membutuhkan modal sama sekali, karena sebelum membeli makanan ke pedagang ia sudah meminta uangnya kepada siswa yang ingin beli. Wajah Salman menerawang, namun bibirnya menyungging senyum. “Saya mengingat peristiwa itu seolah seperti baru kemarin,” katanya.
Jika Salman begitu terobsesi dengan berwirausaha, itu gara-gara ketika ia masih duduk di bangku SMU bapaknya memberikan buhu berjudul Rich Dad Poor Dad, karya fenomenal Robert T. Kiyosaki. Ia mengaku menemukan sebuah pilihan hidup yang sangat menarik karena terinspirasi buku itu, pilihan untuk menjadi pengusaha. “Sebagai manusia saya tidak ingin untuk mengikuti arah arus yang ditetapkan sejumlah orang. Saya ingin menciptakan arus itu sendiri,” ujarnya.
Tamat dari sekolah berasrama ini, pria kelahiran Jakarta, 11 Februari 1986 ini diterima di Fakultas llmu Komputer (Fasilkom) UL Melihat buku-buku teks kuliah di Fasilkom yang begitu besar dan tebal, serta jumlah mahasiswanya yang mencapai ratusan, muncul gagasan untuk berjualan foto kopian buku. Untuk berbisnis buku foto kopian ini ia membagikan selembar kertas kepada teman-temannya sesama mahsiswa. Isinya, “Bagi yang ingin pesan buku foto kopian silakan tulis di sini.” Karena jumlah mahasiswa Fasilkom tiap angkatannya cukup besar, jumlah yang memesan buku foto kopian ini cukup banyak. Uang muka pesanan inilah yang menjadi modal Salman untuk membeli buku aslinya. Pembayaran kepada tukang foto kopi dilakukan secara mencicil, seiring dengan pelunasan biaya buku foto kopian oleh teman-temannya.
“Sebagai manusia saya tidak ingin mengikuti arah arus yang ditetapkan sejumlah orang. Saya ingin menciptakan arus itu sendiri.”
Salman tak pernah berhenti mencari peluang baru. la mengamati banyak sekali mahasiswa Fasilkom yang membutuhkan komputer, sarana wajib bagi perkuliahan mereka. Para mahasiswa dari fakultas lain pun banyak yang membutuhkan komputer untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas. Namun di waktu itu, awal tahun 2004, belum ada toko komputer yang menjual komputer murah branded.
BIODATA
SALMAN AZIS ALSYAFDI, S. KOM
Jakarta, 11 Februari 1986
Website : www.ilmusalman.wordpress.com
Email : salmanazis@yahoo.com / salmanazis@gmail.com
PENDIDIKAN:
S1 Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia
NAMA USAHA:
Warnet Gue (Warnet dilengkapi fasilitas servis dan penjualan komputer)
Website: www.warnetgue.com
Alamat: Baran Indah No.E-27, BSD, Serpong, Telp: 021 75871580
PENGHARGAAN:
2007 Pemenang Wirausaha Muda Mandin Kategori Mahasiswa program Diploma Dan Sarjana
2008 Best Entrepreneur Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia
LAIN-LAIN :
2007-Sekarang Pemilik Usaha Website, Salon di Asrama UI, Cetak foto di Depok, Video Shooting dan Editing, Cetak Foto di Serpong, Servis, dan Penjualan Komputer di Serpong, Warnet di Pamulang di Bukit Indah.
2005 Usaha Laundry di Asrama U1 & Warnet di Universitas Pancasila
2004 – Sekarang Warnet di Asrama Ul
2005 – 2007 Usaha Pulsa di Asrama Ul
2003 Menjual Buku Fotokopi di Fasilkom Ul &Jual Beli Nasi Goreng di SMU Insan Cendekita Serpong
Yang ada hanya komputer rakitan, itu pun harus dibeli di Glodok sentra-sentra perdagangan komputer di Jakarta. Lebih repot lagi, harus dibeli secara tunai – hal yang tentunya memberatkan bagi bagi mahasiswa.
Dengan sigap Salman menyergap peluang besar ini. Pada ssemester kedua ia memulai usaha menjual komputer rakitan. Ia menempel promosi berupa foto kopian yang ditempelkan di Asrama UI (waktu itu ia tinggal di sini), serta halte-halte dan fakultas-fakultas di lingkungan UI menawarkan komputer murah. “Sebelumnya, hampir setiap Minggu saya berkeliling Glodok mencari toko yang menjual komputer dengan harga paling murah,” kenangnya. Ketika pesanan datang tinggal mennelpon toko untuk menyampaikan spesifikasi (spec) yang dibutuhkan agar segera dirakit, lalu diambilnya ke Glodok.