Sejak masih mahasiswa, anak yatim yang periang ini sudah aktif menjajal beberapa peluang usaha. Usaha awal yang dijajalnya adalah beternak ayam. Dari tiga kali panen, hanya sekali untung dan itupun hanya Rp 70 ribu. Tapi upaya pertama ini tak menyurutkan langkahnya menjadi anak yang mandiri. Kegagalan dalam berusaha adalah wajar namun jangan sampai menyerah. Dari pengalamannya, ia menerapkan konsep “PISS”. Positive thinking, ikhtiar dan ikhlas, sedekah dan sukses dunia akhirat,” kisahnya dalam Seminar Entrepreneur Youth di Jakarta, 11-12 Maret 2009.
Awalnya Kedai Digital hanya ingin dikembangkan bersama teman-teman saja. Namun karena banyak permintaan dari masyarakat yang ingin bergabung, akhirnya Saptu membuka peluang kemitraan, bagi mereka yang memiliki kesamaan visi. Alumnus UGM 199H kemudian tak henti mengembangkan konsep perluasan usaha. Hingga kemudian lahirlah Standard Operational Procedure (SOP) dan bisnis Kedai Digital juga dikembangkan dengan sistem franchice Mulai 2007, Kedai Digital adalah sistem Business Opportunity (BO) yang relatif berbeda dengan franchise. Melalui BO ini, partneryang membuka cabang Kedai Digital dapat berkreasi dan mengembangkan inovasi-inovasi merchandise baru.
Di Yogyakarta, Saptu juga mendirikan Kedai Digital Supply. Pabrik inilah yang menyediakan semua bahan baku untuk prses pembuatan merchandise, yang juga dikirimkan kepada semua partner Kedai Digital. Kini, tak kurang dari 30 mitra di 30 kota turut berkerja membesarkan Kedai Digital. Bile dihitung-hitung, dari hanya mempekerjakan dirinya sendiri dan dua rekannya, Kedai Digital kini mampu menghidupi lebih dari 200 karyawan.
Sumber Buku: Wirausaha Muda Mandiri