Karena ingin mengikuti pekan kreativitas mahasiswa, tim ini berusaha ngebut menyelesaikan proposal penelitian. Sayangnya proposal tersebut tidak lolos seleksi dewan juri. Alasanya sederhana judul yang mereka angkat terkesan jorok. Maklum saja, dengan lugunya tim faerumnesia memberi judul proposal mereka Kotoran Sapi. Namun justru dari penolakan itu tim belajar pentingnya citra sebuah merek (brand). Proposal selanjutnya mereka perbaiki sehingga berjudul Alternatif Pemanfaatan Kompos dari Industri Peternakan Sapi sebagai Campuran Aneka Kerajinan Gerabah.
Tanpa putus asa, proposal mereka ajukan ke berbagai perlombaan. Titik terang terlihat pada bulan April 2007, ketika proposal mereka disetujui oleh DUE-Like Batch IV UGM dengan dukungan biaya penelitian sebesar Rp. 3,5 juta. Dengan fasilitas itu mereka bisa melakukan berbagai macam eksperimen.dibantu oleh Purwanto, seorang perajin dari sentra kerajinan gerabah di Kasongan, Bantul, daerah istimewa Yogyakarta, tim Faerumnesia mulai melakukan berbagai uji coba untuk mendapatkan komposisi yang tepat.
Sudah tentu sebelum dipergunakan kotoran sapi ini harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan baudan tidak menyebabkan gatal. Untuk itu, tlethong lebih dulu dicampur dengan bioactivor atau biang kompos, sehingga menghasilkan humat atau ekstrak kotoran. Proses pembuatan humat biasanya memakan waktu sekitar sebulan.
Hasilnya cukup mengejutkan. Bahan baku dari campuran tanah liat kuning dan tlethong ternyata menghasilkan gerabah yang bobotnya lebih ringan 2 kilogram. Gerabah organik ini ternyata juga lebih kuat. Buktinya, dengan pembakaran bersuhu 90 derajat celcius, keramik masih bertahan tidak pecah. Penelitian laboratorium memberikan jawaban ilmiah. Kekuatan konstruksi ini disumbangkan berkat adanya kandungan silikat sebesar 9,6% di dalam kotoran sapi. Komponen inilah yang memberikan daya ikat yang jauh lebih kuat pada campuran bahan keramik/gerabah.
Sumber Buku: Wirausaha Muda Mandiri