Anggara Kasih Nugroho Jati: Mengemas Bakso Lebih Modern

Anggara Kasih Nugroho JatiBuat sebagian orang – terutama anak muda – bakso hanyalah sekedar makanan pengisi perut yang kelasnya tidak akan pernah naik alias selalu merakyat. Oleh karenanya, jarang ada pemuda atau pemudi yang mau menggantunkan nafkah dari usaha menjual bakso. Namun, di tangan Anggara, bakso tampil lebih modern, lebih enak, dan tentu saja..mendatangkan emas!


SIAPA YANG TAK kenal bakso. Hampir di setiap kawasan, selalu saja ada dagangan bakso yang menjadi favorit. Bakso, entah bakso apa saja, sepertinya memiliki penggemar sendiri dan membuahkan suplai yang tinggi pula. Dengan kata lain, berbisnis bakso seolah tidak terlalu menjanjikan; karena terlalu mengikuti arus, atau karena tidak ada lagi keunikan yang bisa menjadikan keunggulan.

Namun, hal ini tak membuat Anggara Kasih Nugroho Jati (24) berkecil hati. Kesukaan orang Indonesia terhadap, bakso ditangkapnya sebagai peluang. Berbeda dengan penjual bakso yang banyak ditemukan di berbagai tempat, di tangan mahasiawa Institut Teknologi Surabaya (ITS) itu bakso dikemas sebagai sebuah usaha modern. Betapa tidak, dari usaha bakso bernama “Bakso Kepala Sapi” yang dikelolanya,  sulung dari dua bersaudara ini mampu meraup omzet Rp 1,1 miliar per tahun. Sebuah angka yang fantastic bagi seorang pemuda, lajang, dan masih menimba ilmu.

 

Usahanya dimulai pada 2003. Sebagai mahasiawa, bakso menjadi salah satu alternatif makanan ‘wajib’ karena dapat terjangkau kantong. Secara kebetulan, ia menikmati bakso di sebuah kedai kaki lima di Surabaya. Seperti tersirap, ia bukan hanya dimabuk kuah bakso-yang begitu sedap racikan sang penjual bernama H. Suharto tapi ­juga dibuai asa yang begitu besar. “Sejak itu, otak kiri saya langsung jalan dan saya langsung meminta beliau untuk bekerjasama,” ungkap, Anggara memaparkan ketertarikannya.

 

Penggemar bakso ini kemudian menyusun rendana membagi jadwal kuliah dan waktu untuk merintia usaha. Tujuannya agar usahanya nanti berjalan rapi, serta bisa berkembang dan diduplikasi Ia pun membuat hitung-hitungan modal dan bagaimana memulainya. Pucuk dicita ulam pun tiba. Tekadnya untuk membuka usaha bakso mendapat dorongan dari sang ayah, yang juga seorang wirausahawan.

 

 

Secara kebetulan, ia menikmati bakso di sebuah kedai kaki lima di Surabaya. Seperti tersirap, ia ia bukan hanya dimabuk kuah bakso-yang begitu sedap racikan sang penjual bernama H. Suharto tapi ­juga dibuai asa yang begitu besar.

Outlet bakso pertamanya di daerah Klampis, Surabaya, pun dibuka pada tahun yang sama. Lalu, dengan meminjam ruko milik orangtu­anya di Jalan Raya Kebonpedes, Kota Bogor, ia pun membangun outlet pertamanya di luar Surabaya pada 2006.

Kini, dia telah memiliki sejumlah “Bakso Kepala Sapi” yang menjadi pundi-pundi uangnya. Sebagian besar dijalankan di Bogor dan Surabaya, serta dijalankan melalui pola kemitraan dengan investor lain. Dari belasan outletnya, ia memperoleh pemasukan lebih dari Rp 1,1 miliar per tahun, dengan keuntungan bersih untuk dirinya sendiri di atas Rp 100 juta per tahun.