Dwi Kartika Sari: Manajemen Pengetahuan

 

Jika kita bisa melihat jauh ke depan itu tentu karena kita tengah berdiri di atas pundak raksasa, vaitu tumpukan pengetahuan dan pengalaman yang ditulia orang lain dan tersedia bagi kita untuk kita pahami. – Issacc Newton

SALAH SATU KELEMAHAN mendasar kewirausahaan Indo­nesia adalah tidak adanya proses sharing pengalaman atau pengetahuan lintas bagian dan lintas generasi.

Dwi Kartika Sari Goeboex Coffee
Dwi Kartika Sari Goeboex Coffee

Ham­pir semua pengalaman yang ditemukan setiap orang, hilang begitu saja bersama perginya seseorang. Penge­tahuan dan pengalaman melekat pada orang dan tidak tertulia. Akibatnya perusahaan sulit menjadi besar dan bila sudah besar, muclah hilang ditelan perubahan.

Sementara itu perusahaan-perusahaan di Jepang mampu bertahan lebih dari 400 tahun (contoh: Sumito­mo), dan di negara-negara maju lainnya telah melewati atau mendekati usia seratus tahun (contoh: Nokia, General Motor, Philips, Siemens). Mengapa mereka mampu ber­umur panjang?

BACA JUGA:  Kesalahan Umum Yang Membuat Bisnis Anda Lambat Berkembang

jawabnya adalah karena sedari awal, kewirausahaan sudah digabungkan dengan manajemen pengetahuan Bahkan di Jepang, segala sesuatu yang mereka kerjakan mereka tulis.

Apa saja yang mereka temukan mereka buat tertulisnya dan mereka sharing-kan secara terbuka di dalam kantor. Sebentar-sebentar mereka rapat untuk mempelajari masalah, mencatat, dan berbagi.

 

Jadi semua orang bisa saling berbagi, saling mengkoreksi, dan saling menggantikan. Lebih jauh lagi, setiap penerus dapat mempelajari segala hal yang dialami pendahulunya dan para pekerja tidak terbelenggu dengan ego sektornya masing-masing.

Dengan menerapkan manajemen, khususnya manajemen pengetahuan (knowledge management), tim ka kewirausahaan akan menjaclikan usaha Anda tumbuli, berkembang, naik kelas, dan lebih lincah menghadapi ujian demi ujian. Perhatikanlah tip berikut ini:

  • Tulislah semua yang dialami dalam bentuk buku pedoman atau SOP, dan jalankan semua yang tertulis. Mereka yang mengembangkan bisnis waralaba umumnya menjadi lebih maju karena mempunyai siatem yang tertulis.
  • Kembangkan tradisi sharing atau cara berpikir sharing, karena cara penyelesaian pekerjaan dengan shar­ing akan lebih cepat daripada berpikir solo.
  • Biasakan orang-orang Anda menjalin hubungan saling melengkapi, dan jadikan diri Anda atau key person Anda sebagai perekat.
  • Hargai ide dari orang-orang Anda seberapa seclerhananya pun pikiran-pikiran mereka agar mereka mulai berani berpikir dan melakukan sharing. Larang me­reka untuk menguasai pengetahuan atau pengalaman (kecuali hal-hal sensitif) secara tertutup, tanpa ada yang mengetahui. Kembangkan tradisi presentasi, mencatat, menguji kebenaran, dan keterbukaan.
  • Rekrut hanya orang-orang yang mau berbagi, mau menghabiskan waktu dengan tim yang lain, yang mau mendengarkan, respek, dan membantu orang lain.
  • Beri kompensasi pada para pemikir bersama (shared thinking) dan para kolaborator (orang-orang yang membantu sharing pengetahuan dan mau bekerjasama).
  • Sediakan sarana untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman baik dari dalam maupun luar kantor Anda. Sarana-sarana itu dapat berwujud seminar diakusi sambil makan Siang atau makan pagi, website/milis ber­sama, papan-papan pengumuman, SMS dan sebagainya.
BACA JUGA:  10 Ide Bisnis untuk Wanita

Kembangkan dengan lebih konkret lewat proyek-proyek bersama. Biasanya berupa sebuah gagasan yang dilaksanakan oleh banyak pihak dan diberi target mencapai hasil tertentu.

TOPIK TERBARU:

gerobak rokok gratis, hari baik membeli barang elektronik, pertanyaan tentang aspek keuangan, cara membuat gir untuk tawuran, sebutkan contoh wirausaha yang terinspirasi dari gagasan orang lain, iklan kesehatan bahasa jawa, gaji karyawan hisana fried chicken, sebutkan dan jelaskan cara memperoleh permodalan bagi PT, contoh perusahaan non manufaktur, yang termasuk lapangan pemberian jasa adalah, cara perhitungan arisan menurun, contoh percakapan melobi, analisis swot rendang, slogan makanan tradisional, contoh peluang dari konsumen