Bag-lady syndrome merupakan kondisi yang menjangkiti kaum perempuan, berupa kekhawatiran bahwa keamanan finansial mereka dapat lenyap dalam sekejap mata, sehingga mereka jatuh miskin dan hidup terlunta-lunta sebagai tunawisma. Dalam kasus yang lebih ekstrim, menurut terapis psikologi keuangan Olivia Mellan, sindrom ini dapat ‘melumpuhkan’ perempuan yang ingin mendapatkan pegangan yang lebih baik dalam kehidupan finansialnya. Bag-lady syndrome dapat menyerang perempuan dari berbagai kelompok sosial, termasuk para perempuan kaya. ”Para perempuan yang mewarisi kekayaan, memiliki mimpi buruk jatuh miskin karena mereka merasa uang datang ke pangkuannya secara ajaib, dan dapat lenyap begitu saja secara ajaib pula,” jelas Mellan. Perempuan cenderung tidak siap dan kewalahan ketika tiba-tiba menjanda atau perceraian merusak keamanan finansial mereka. Jika selama ini mereka memiliki lady-bag syndrome di tangan, maka perubahan itu seakan menyulap mimpi buruknya menjadi kenyataan. Sebagai akibatnya, mereka cenderung menghindari uang, mengumpulkan uang, atau berinvestasi dengan cara konservatif untuk menghasilkan uang yang dibutuhkan di kemudian hari. Ada dua kecenderungan perempuan yang menderita sindrom takut miskin. Pertama, mereka seolah membeku dan tidak dapat membuat keputusan sama sekali. Atau, mereka pasrah dan berharap semua baik-baik saja. Menurut Mellan, salah satu dampak sindrom ini dalam kehidupan perempuan adalah takut mengambil keputusan tentang uang. Itu sebabnya banyak perempuan kaya yang enggan melakukan apa-apa.
Pemicu
Faktor penyebab bag-lady syndrome cukup banyak dan luas, merupakan campuran antara sosialisasi, adat-istiadar, dan dinamika kelompok. Pada umumnya, perempuan tergantung pada laki-laki dalam kehidupannya, mulai dari ayah sampai suami, untuk menafkahi dan menabung. Sementara itu, peran perempuan lebih besar pada urusan mengurus rumah tangga, mengasuh dan membesarkan anak, serta berbelanja. Perempuan biasanya tidak dilibatkan dalam membuat rencana finansial dan investasi jangka panjang, serta umumnya tidak memiliki orang yang dapat memberikan nasihat tentang bidang tersebut. Selain itu, perempuan rata-rata tidak memiliki pendapatan sebesar laki-laki dan kariernya pun tidak melesat secepat lawan jenisnya. Di sisi lain, pernikahan dianggap sebagai jaminan kemapanan. Perempuan mencari calon suami yang mampu memberikan kenyamanan finansial baginya. ”Hidup melajang menghabiskan biaya 80 persen daripada hidup berpasangan, dan perempuan tujuh kali lebih mungkin melajang dan hidup enam tahun lebih lama,” jelas Boyle. Tak heran jika banyak perempuan terjangkit sindrom ini. Bagi sejumlah orang, hal itu membuat mereka tercekam ketakutan dan tertekan bahkan untuk sekadar melihat uang. Sementara itu, kaum lelaki tidak memiliki sindrom ini. Ketakutan mereka lebih realistis, misalnya takut terluka, mati muda, atau dipecat.
Waktunya beraksi
Lantas, bagaimana cara mengatasi ketakutan tersebut? Mellan menganjurkan perempuan untuk belajar tentang finansial dan merasa nyaman mengontrol uang mereka. Dengan demikian, mimpi buruk itu akan terkikis. Temukan pelatih karier atau motivator, dan cari pekerjaan yang dapat dilakukan. Sebab, banyak diantara penderita bag-lady syndrome yang merasa dirinya minim bakat dan keahlian.