Seruan menghemat oli mesin mungkin tidak berguna bagi yang berduit. Karena apa artinya setiap 3000 km mengganti oli mesin seharga rp 100.000 bila dibandingkan dengan harga mobilnya yang bernilai 1 milyar. Namun bagi yang cuma mampu membeli mobil seharga dibawah Rp 100 juta tentunya pengeluaran untuk oli cukup berarti. Menghemat dan menggunakan oli semaksimal mungkin sesuai ketentuan pabrik oli tentu sangatlah bijaksana.
Sesungguhnya mengemat oli sudah saatnya dilakukan, jangan ditunda- tunda lagi, dan berlaku bagi semua pemilik mobil. Alasannya, pertama karena persediaan minyak bumi semakin kurang dan kedua sering kali oli mesin yang di keluarkan dari mobil kondisinya masih baik. Membuang oli yang masih layak digunakan tentunya merupakan langkah keliru karena menjadi orang yang boros. Sangat disayangkan bahwa oli yang masih layak pakai dibuang begitu saja. Memang harus diakui, kebiasaan memboroskan penggunaan oli diajarkan oleh pihak bengkel.
Selama ini bengkel- bengkel mobil selalu menuliskan pada lembaran peringatan penggantian oli agar mobil kembali setelah menempuh 2500 km atau 3000 km. Tindakan ini membuat pemilik mobil tidak nyaman ketika angka kilometer yang ditulis tiba. Ada kesan pihak bengkel tidak melakukan penerangan atau tidak meneruskan informasi kepada pelanggannya tentang perkembangan teknologi pengelolaan oli, dan lebih suka memjual oli sebanyak- banyaknya. Pihak bengkel masih melakukan tugas sekedar orang dagang yaitu menjual sebanyak- banyaknya. Bila pelanggan semakin cepat mengganti oli mesin mobilnya maka semakin cepat laku oli. Omsetnya tinggi, semakin untung pula. Tanpa menunjukan rasa tanggung jawab untuk menjelaskan kemampuan menjelajah mobil yang menggunakan oli tersebut.