Sampai saat ini belum ada terapi eradikasi pada infeksi laten atau terapi yang dapat mencegah rekuren sehingga pada herpes genitalis pencegahan merupakan tindakan yang sangat penting.
Pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan kondom dan spermisid karena dapat mengurangi penularan. Membersihkan genitalia eksterna setelah koitus mungkin membantu mencegah penularan.
Penggunaan ketiga cara tersebut dan abstinensia pada saat timbul gejala prodromal dan pada lesi aktif memberikan lindungan maksimal, sebab pada saat tersebut titer virus tinggi.
Connant MA (1983) melaporkan hasil penelitian eksperimental tentang kondom yang menunjukkan bahwa HSV-2 tidak dapat melewati membran kondom. Nonoxynol-9 memiliki aktivitas anti HSV pada binatang percobaan tetapi belum ada data penggunaan pada manusia menyokong penggunaan pada pencegahan penularan HSV.
Terapi anti virus mengurangi pelepasan virus, tetapi tidak menghentikan pelepasan pada terapi herpes genitalis asimptomatik. Pendekatan terapi yang lebih baik digunakan adalah melakukan konseling terhadap penderita, untuk menjelaskan herpes genitalis asimtomatik, penularan transeksual dan perinatal, dan cara mencegah penularan.
Konseling dilakukan pada saat kunjungan penderita berikutnya karena pada kunjungan pertama saat didiagnosis ditegakkan penderita masih mengalami stres.
Prevalensi herpes asimtomatik yang tinggi dan infeksi atipik berimplikasi bahwa pengembangan vaksin herpes simpleks yang efektif merupakan pilihan terbaik untuk pencegahan, dan hal ini telah terbukti pada binatang percobaan.
Tetapi penelitian vaksin pada pasangan dengan serologis yang berbeda tidak menunjukkan manfaat secara klinis dalam hal proteksi terhadap infeksi. Cara terbaik mencegah penularan adalah tidak melalukan aktifitas seksual selama sakit.
Secara ringkas ada 5 langkah utama untuk pencegahan herpes genitalis, langkah tersebut juga dipertimbangkan untuk individu maupun pasangannya yang menderita herpes genitalis, sebagai berikut:
1. Mendidikan seseorang yang berisiko tinggi untuk mendapatkan herpes genitalis dan PMS lainnya untuk mengurangi transmisi/penularan. Individu yang termasuk berisiko tinggi adalah:
- Tidak menggunakan kondom
- Aktif seksual
- Umur dibawah 25 tahun
- Pasangan seksual banyak
- Riwayat PMS sebelumnya.
2. Mendeteksi kasus yang tidak diterapi, baik simtomatik atau asimtomatik.
3. Mendiagnosis, konsul dan mengobati individu yang terinfeksi dan follow-up dengan tepat.
4. Evaluasi, konsul dan mengobati pasangan seksual dari individu yang terinfeksi.
5. Skrining disertai diagnosis dini, konseling dan pengobatan sangat berperan dalam pencegahan.
PROGNOSIS
Pengobatan secara dini dan tepat memberikan prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurens lebih jarang.
Pada orang dengan gangguan imunitas, misalnya penyakit-penyakit dengan tumor di sistem retikuloendotelial, pengobatan dengan imunosupresan yang lama, menyebabkan infeksi ini dapat menyebar ke alat-alat dalam dan fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa.