Cara Deteksi dan Pencegahan Kanker Ovarium atipikal


Kanker epitel ovarium atau dikenal dengan kanker indung telur yang berasal dari sel epitel merupakan 90% kasus dari seluruh kanker indung telur. Kanker indung telur merupakan penyebab kematian ke-5 terbanyak di Amerika Serikat dan merupakan salah satu dari 7 keganasan tersering di seluruh dunia. Kanker indung telur memiliki angka kematian yang tinggi, dari 23.100 kasus baru kanker indung telur, sekitar 14.000 atau separuh lebih wanita meninggal karena penyakit ini. Kanker epitel ovarium jarang didapatkan pada wanita berusia < 40 tahun. Puncaknya terjadi pada wanita usia 60-64 tahun. Angka kejadian kanker epitel ovarium rendah pada negara berkembang dan Jepang.

Deteksi dan Pencegahan

 

1. Kriteria untuk skrining yang efektif

Sampai saat ini belum ada alat yang secara efektif dan efisien dalam mendeteksi dini kanker ovarium

 

2. Pemeriksaan panggul rutin per tahun. Pemeriksaan ini digunakan unutk mendeteksi dini kanker ovarium namun tidak memiliki sensitivitas yang tinggi
3. Antigen kanker 125 (CA-125). Antigen ini diekspresikan oleh 80% epitel nonmusinous kanker ovarium. Kadar lebih tinggi dari 35 U/ml adalah abnormal
4. Ultrasonografi transvaginal. Alat ini dipertimbangkan untuk alat skrining dikombinasikan dengan pemeriksaaan Doppler
5. Pencegahan. Apabila seorang wanita melakukan operasi panggul, maka pengambilan indung telur sekaligus akan mencegah risiko kanker ovarium selamanya. Namun perlu diingat risko akan premenopause dini dan penyakit osteoporosis serta jantung yang dapat timbul akibat pengangkatan indung telur. Selain itu pengunaan kontrasepsi pil juga dianjurkan

BACA:  Tanda dan Gejala Kehamilan Kembar

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat memperjelas penyakit ini

Terapi

Terapi dari kanker ovarium tergantung dari stadium dari penyakit, tipe penyakit (primer atau rekuren ), terapi pilihan, dan kondisi tubuh.

1. Kanker Ovarium atipikal

Kanker atipikal ini memiliki sifat yang berbeda dari kanker ganas ovarium tipe lainnya. Biasa terdapat pada wanita usia 40 tahun (keganasan pada usia 60 tahun). 20% stadium dini dapat menyebar ke intraabdomen (perut) dan memerlukan terapi operasi. Pasien kanker atipikal ovarium dengan stadium dini yang masih ingin mempertahankan kesuburannya dapat melakukan unilateral salpingo-oophorectomi (operasi pengangkatan indung telur yang mengandung kanker)

2. Stadium dini kanker ovarium

Stadium dini kanker ovarium adalah stadium I dan II. Terapi yang dapat dilakukan pada stadium ini adalah operasi (total abdominal histerektomi, bilateral salpingo-oophorektomi), kemoterapi (pada kasus dengan angka kesembuhan rendah, diberikan setelah operasi), dan radiasi

3. Stadium Lanjut kanker ovarium

Stadium ini selalu membutuhkan terapi operasi yang optimal diikuti kemoterapi setelah operasi untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup. Radiasi seluruh bagian perut (whole abdominal radiation) dapat menjadi alternatif dari kemoterapi

4. Kanker ovarium yang kambuh

Pasien dengan kanker ovarium yang kambuh adalah kandidat untuk dilakukan operasi yang kedua kalinya dengan kemoterapi menggunakan agen yang berbeda. Terapi hormonal juga dapat digunakan. Terapi yang masih dalam penelitian adalah terapi stem sel, imunoterapi menggunakan interferon, dan terapi genetik

BACA:  Referat Kedokteran: Kematian Janin Dalam Rahim

Faktor Risiko

Penyebab kanker ovarium masih diteliti, namun beberapa faktor yang berkaitan peningkatan risiko dari penyakit ini adalah:

1. Faktor risiko individual. Usia > 40 tahun, baru memiliki anak 1 atau tidak memiliki anak, riwayat kanker payudara atau kanker endometrium sebelumnya, dan riwayat keluarga dengan kanker dapat meningkatkan angka kejadian kanker ovarium. Memiliki anak lebih dari 1, penggunaan kontrasepsi pil minimal 1 tahun (faktor proteksi bertambah dengan penggunaan setiap tahunnya), riwayat menyusui, pengikatan saluran tuba, dan histerektomi (pengangkatan rahim) berkaitan dengan penurunan risiko dari kanker ovarium
2. Riwayat keluarga. Wanita dengan riwayat keluarga memiliki kanker payudara, indung telur, endometrium, atau usus besar memiliki peningkatan risiko untuk kanker ovarium.
3. Faktor lingkungan. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa asupan makanan yang mengandung lemak hewani seperti daging, ayam, dalam jumlah banyak dapat meningkatkan risiko mendapat kanker ovarium. Penurunan risiko berkaitan dengan konsumsi sayuran, vitamin A, dan vitamin C
4. Faktor reproduksi. Memiliki anak lebih dari 1, penggunaan kontrasepsi pil, riwayat menyusui, pengikatan saluran tuba, dan histerektomi (pengangkatan rahim) berkaitan dengan penurunan risiko dari kanker ovarium

Penyebab

Penyebab dari kanker ovarium adalah multifaktor. Teori pertama menerangkan mengenai trauma minor yang berlangsung terus menerus selama siklus ovulasi (siklus pengeluaran telur setiap bulannya), teori kedua menerangkan mengenai pajanan indung telur terhadap hormon gonadotropin dapat meningkatkan risiko keganasan. Teori ketiga menerangkan mengenai karsinogen (zat yang dapat merangsang terjadinya keganasan) dapat berkontak dengan indung telur melalui saluran reproduksi.

BACA:  Defenisi, Gejala dan Penanganan Metritis

Faktor Prognostik

Kemampuan bertahan hidup selama 5 tahun pada pasien dengan kanker ovarium berkisar 30%, namun tergantung dari individu masing-masing, stadium, dan jenis kanker. Pasien dengan stadium I memiliki 90% kemungkinan bertahan selama 5 tahun, sedangkan stadium II sekitar 50-65%, dan stadium III dan IV berkisar 15-20% atau kurang dari 5%.

Kanker Ovarium Non-epitelial

Kanker ini jarang didapatkan dibandingkan kanker ovarium epitel, hanya berkisar 10-15% dari seluruh kasus kanker ovarium. Pada umumnya keganasan pada kanker ini tumbuh cepat dan ditandai dengan nyeri panggul yang akut (tba-tiba, dalam waktu cepat). Nyeri dapat terjadi karena peregangan dari kapsul indung telur, perdarahan, nekrosis (kematian sel), atau puntiran dari indung telur. Benjolan di perut bagian bawah dapat berkisar antar 2-8cm atau lebih besar lagi pada wanita menopause. Pemeriksaan yang diperlukan adalah pemeriksaan serum hCG dan alfa-fetoprotein, serta laktat dehidrogenase, darah lengkap, serta tes fungsi hati. Pemeriksaan roentgen dada digunakan untuk menyingkirkan penyebaran ke paru. CT-scan dapat digunakan untuk mengetahui penyebaran ke hati atau rongga perut lainnya. Terapi yang dilakukan adalah operasi, kemoterapi, dan radiasi.