LUTIMNEWS.COM – Edema paru adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. Cairan ini mengumpulkan dalam kantung-kantung udara banyak di paru-paru, sehingga sulit untuk bernapas. Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung dapat menyebabkan edema paru. Cairan juga dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia, paparan terhadap racun atau obat-obatan tertentu, berolahraga atau tinggal di tempat yang sangat tinggi.
Selain dari itu, edema paru selama kehamilan berhubungan dengan adanya hipertensi dalam kehamilan. Hipertensi sistolik akut mengeksaserbasi disfungsi diastolik, menyebabkan edema paru. Penyebab tersering gagal jantung diastolik adalah hipertensi kronis dan obesitas dengan left ventricular hypertrophy. Penyebab lainnya adalah defek anatomis yang kongenital.
Edema paru yang berkembang secara tiba-tiba (akut) merupakan keadaan medis yang segera membutuhkan perawatan darurat. Meskipun edema paru kadang-kadang dapat berakibat fatal, prospek untuk pulih terjadi ketika Anda menerima pengobatan yang tepat disertai dengan pengobatan untuk masalah yang mendasari edema paru. Pengobatan untuk edema paru dapat bervariasi tergantung pada penyebabnya, tetapi secara general pasti melibatkan oksigen tambahan dan obat-obatan.
Walaupun begitu, gagal jantung bisa secara akut dicetuskan oleh preeklampsia, perdarahan dan anemia, dan sepsis masa nifas. Pada kebanyakan kasus ini, bila kemudian dilakukan EKG, akan didapatkan ejection fraction yang normal, dan bukti disfungsi diastolik bisa ditemukan. Secara klinis edema paru akut akibat penyakit jantung organik walaupun sulit dapat dibedakan dengan edema paru pada preeklampsia dan eklampsia.
Pada preeklampsia dan eklampsia biasanya terjadi pada pasien usia muda tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, pemeriksaan ECG normal, tidak dijumpai kardiomegali pada foto thorak dan ekokardiografi dan penyembuhannya lambat memberikan respon terhadap terapi. Mackenzie menyatakan, yang kemudian didukung oleh Hamilton dan Thomson bahwa terdengarnya ronkhi tetap di dasar paru-paru, yang tidak hilang setelah penderita menarik napas dalam dua atau tiga kali, merupakan gejala permulaan dari gagal jantung.
Pada penderita penyakit jantung akan terjadi penurunan tekanan darah yang drastis bila ada intervensi dari luar berupa pemberian obat anti hipertensi atau fungsi pompa jantung yang sangat jelek. Pada keadaan normal selalu terdapat sisa darah dirongga ventrikel pada akhir sistol, dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung maka pada saat akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan normal.
Pada fase diastol berikutnya maka sisa darah ini akan bertambah lagi dengan darah yang masuk ke ventrikel kiri, sehingga tekanan akhir diastol menjadi lebih tinggi. Semakin lama maka suatu saat akan timbul bendungan di atrium kiri yang akan diikuti dengan peningkatan tekanan darah di vena pulmonalis dan di pembuluh darah kapiler paru-paru.
Karena ventrikel kanan yang masih sehat memompa terus sesuai dengan jumlah darah yang masuk atrium kanan, maka dalam waktu yang cepat tekanan hidrostatik di kapiler paru-paru akan menjadi tinggi. Pada saat tekanan di arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis meninggi terjadi pula transudasi di jaringan intertisiel bronkhus. Jaringan tersebut yang sudah mengalami edema paru menjadi lebih edema dan mengurangi besarnya lumen bronkhus, sehingga aliran udara terganggu.
Penderita akan merasa sesak nafas disertai dengan nadi yang cepat. Bila transudasi sudah masuk ke rongga alveoli terjadilah edema paru dengan gejala sesak nafas yang hebat, takikardia, tekanan darah yang menurun, dan bila tidak dapat diatasi akan menjadi syok. Syok ini disebut syok kardiogenik yang memperburuk kondisi otot jantung dan mengakibatkan daya pompa jantung menjadi buruk.