American Society of Anesthesiologists (ASA) telah mengembangkan Panduan Praktek untuk Terapi Komponen darah. Rekomendasi ASA untuk transfusi darah adalah:
Rekomendasi: Sel Darah Merah
Organisasi tersebut menyimpulkan bahwa:
1. Transfusi jarang diindikasikan bila konsentrasi hemoglobin lebih besar dari 10 g/dL dan hampir selalu diindikasikan bila kurang dari 6 g/dL, khususnya bila anemia akut.
2. Apakah konsentrasi hemoglobin sedang (6-10 g/dL) membutuhkan transfusi sel darah merah harus berdasarkan resiko pasien terhadap komplikasi-komplikasi oksigenasi yang tidak adekuat.
3. Tidak disarankan hanya menggunakan pemicu hemoglobin untuk pasien yang gagal memperbaiki semua faktor-faktor fisiologis dalam pembedahan penting yang dapat mempengaruhi oksigenasi.
4. Bila keadaan tepat, penggunaan darah autolog preoperatif, intraoperatif dan postoperatif, hemodilusi akut normovolemik, hipotensi yang disengaja, dan obat-obatan dapat saja menguntungkan.
5. Indikasi untuk transfusi sel darah merah autolog mungkin lebih baik daripada sel darah merah alogenik karena resiko transmisi penyakit yang lebih rendah.
Panduan ini menekankan pentingnya penetapan resiko pasien terhadap komplikasi yang berhubungan dengan oksigenasi yang tidak adekuat, suatu konsep yang lebih ditekankan baru-baru ini.
Panduan yang lebih sederhana akan sangat menolong. Sebagai contoh, dengan bantuan Habibi et al, panduan berikut disarankan bahwa pemberian satu unit PRC akan meningkatkan hematokrit 3-5 %.
Indikasi Transfusi Darah
o Kehilangan darah > 20% volume darah bila lebih dari 1000 ml.
o Hemoglobin < 8 g/dL
o Hemoglobin < 10 g/dL dengan penyakit berat (misalnya, emfisema, penyakit jantung iskemik)
o Hemoglobin < 10 g/dL dengan darah autolog
o Hemoglobin < 12 g/dL dan tergantung ventilator
Pertimbangannya peningkatan kapasitas pengangkutan oksigen lebih penting daripada peningkatan volume intravaskular. Karena itu penulis menekankan pentingnya penetapan hemoglobin atau hematokrit. Anjuran banyak bank darah, darah autolog lebih baik dibanding darah alogenik.
Darah Autologous vs Darah Alogenik
Secara mengejutkan, ada pendapat bahwa darah autolog tidak lebih aman dibandingkan dengan darah alogenik (misalnya, dari resiko infeksi). Karena itu, program darah autolog dapat saja dihapuskan.Satu contoh dari penelitian seperti itu adalah pasien-pasien histerektomi.
Kanter et al menemukan bahwa 25 dari 140 pasien yang mendonorkan darahnya dirinya harus ditransfusi kembali sedangkan dari 123 pasien yang tidak mendonorkan darahnya sendiri hanya 1 yang perlu ditransfusi. Karena itu, disimpulkan bahwa darah autolog sebelum operasi lebih baik dihapuskan karena akan meningkatkan resiko transfusi darah alogenik.
Lebih lanjut mereka membantah bahwa darah autolog tidak mempunyai resiko. Satu dari 16.000 donasi darah autolog mengalami reaksi yang cukup berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Kenyataannya, beberapa komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah autolog ada pada daftar di bawah:
1. Anemia
2. Iskemia miokardial preoperatif dari anemia
3. Unit yang salah (1:100.000)
4. Transfusi darah yang lebih sering
Saran untuk pembatasan transfusi darah autolog tidak meliputi imunosupresi (lihat diskusi selanjutnya) atau penyebaran infeksi dalam darah alogenik.
Sebagai contoh, dari tahun 1986 hingga 1991, ada 182 kegawatan yang berhubungan transfusi dilaporkan ke FDA, 29 (16%) diantaranya disebabkan oleh kontaminasi bakterial. 10 kasus infeksi Yersinia enterokolitika yang dilaporkan. Hampir semua dengan darah alogenik walaupun dua pasien juga mendapatkan darah autolog, sehingga disimpulkan bahwa darah alogenik juga cukup beresiko.