Referat Kedokteran: Patofisiologi Atresia Esophagus


Patofisiologi Atresia EsophagusEsofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, dianterior vertebra dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta.

Esofagus terutama berfungsi mengantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung. Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Sfingter esofagus bagian proksimal secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan.

 

Sfingter esofagus bagian distal, walaupun secara anatomi tidak nyata , bertindak sebagai sfingter dan bertindak sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu muntah.

Persarafan utama esofagus dipasok oleh serabut serabut simpatis dan parasimpatis dari system saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang dianggap sebagai saraf motorik esofagus. Fungsi serabut simpatis masih kurang diketahui.

 

Distribusi darah ke esofagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai oleh cabang cabang arteria tiroidea inferior dan suklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang segmental dari orta dan arteri bronkiales sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastika sinistra dan frenika inferior.

Patofisiologi Atresia Esophagus

Beberapa teori menjelaskan bahwa masalah pada kelainan ini terletak pada proses perkembangan esophagus. Trakea dan esophagus berasal dari embrio yang sama. Selama minggu keempat kehamilan, bagian mesodermal lateral pada esophagus proksimal berkembang.

Pembelahan galur ini pada bagian tengah memisahkan esophagus dari trakea pada hari ke- 26 masa gestasi. Kelainan notochord, disinkronisasi mesenkim esophagus dan laju pertumbuhan epitel, keterlibatan sel neural, serta pemisahan yang tidak sempurna dari septum trakeosofageal dihasilkan dari gangguan proses apoptosis yang merupakan salah satu teori penyebab embryogenesis atresia esophagus.

BACA:  Implikasi Klinik Pengaturan Cairan Pada Pasien Kritis

Sebagai tambahan bahwa insufisiensi vaskuler, faktor genetik, defisiensi vitamin, obat-obatan dan penggunaan alkohol serta paparan virus dan bahan kimia juga berkontribusi pada perkembangan atresia esophagus.

Berdasarkan pada teori-teori tersebut, beberapa faktor muncul menginduksi laju dan waktu pertumbuhan dan froliferasi sel pada proses embrionik sebelumnya. Kejadian ini biasa terjadi sebelum 34 hari masa gestasi.

Organ lainnya seperti traktus intestinal, jantung, ginjal, ureter dan sistem masculoskeletal, juga berkembang pada waktu ini, dan organ-organ tersebut tidak berkembang secara teratur dengan baik.

Atresia esofagus ditandai oleh pembentukan esofagus yang tidak sempurna. Karena terdapat diskontinuitas esofagus , bayi dengan atresia esofagus tidak dapat membersihkan sekresinya. Defek ini menimbulkan pengeluaran air liur yang menetap, aspirasi atau regurgitasi makanan.

Atresia esofagus sering dihubungkan dengan fistula yang terletak antara trakea dan esofagus. Fistula ini menyebabkan komplikasi tambahan sebagai akibat adanya hubungan antara esofagus dan trakea. Ketika bayi dengan fistula trakeoesofagus tegang, batuk atau menangis, udara masuk kedalam lambung melalui fistula.

Akibatnya, perut dan usus kecil berdilatasi yang akan mengangkat diafragma. Keadaan ini akan membuat bayi kesulitan bernafas. Reflux makanan dan sekresi lambung melalui fistula menuju pohon trakeobronkus dan naik ke esofagus dapat juga terjadi. Reflux ini dapat menyebabkan pneumonia dan atelektasis.

BACA:  Referat Kedokteran: Patofisiologi Pneumotoraks

Oleh karena itu, pneumonia dan distress pernafasan merupakan komplikasi yang biasanya terjadi pada fistula trakeoesofagus.

Pergerakan esofagus yang abnormal telah diobservasi pada anak-anak dengan atresia esofagus dan/atau fistula trakeoesofagus. Kontroversi terjadi saat abnormalitas berkembang pada esofagus anak-anak atau tanpa atresia esofagus dan/atau fistula trakeoesofagus sebagai akibat dari pengobatan bedah.

Penelitian manometric menunjukkan kelainan pergerakan ada sebelum pembedahan. Penelitian pada hewan menunjukkan transeksi esofagus yang diikuti dengan perbaikan tidak membuat gangguan pada pergerakan esofagus.

Pada atresia esofagus, kelainan juga terjadi pada trakea. Kelainan tersebut terdiri atas deficiensi absolut cartilago trakea dan meningkatnya panjang muskulus tranversus yang terletak di posterior dinding trakea. Pada kasus yang berat, abnormalitas ini dapat menjadi tracheomalacia dengan kolaps trakea sekitar 1-2 cm pada segmen sekitar fistula.

Klasifikasi Atresia Esofagus

Klasifikasi asli dibawakan oleh Vogt pada tahun 1929 dan masih digunakan sampai sekarang. Ladd (1944) dan Gross (1953) memodifikasi klasifikasinya sementara Kluth (1976) menerbitkan  sebuah Atlas of Esophageal Atresia yang terdiri atas 10 tipe mayor, dengan masing-masing subtype berdasarkan pada klasifikasi Vogt yang asli. Hal ini terlihat lebih mudah untuk menggambarkan kelainan anatomi dibandingkan memberi label yang sulit untuk dikenali.

Klasifikasi atresia esophagus menurut Vogt

Adapun klasifikasi atresia esophagus menurut Vogt adalah sebagai berikut:

1. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus distal ( 86%, Vogt 111b. Gross C )

Ini merupakan jenis yang paling sering terjadi. Esofagus bagian proksimal berdilatasi dan dinding muscular akan menebal dan berujung  pada mediastinum superior setinggi  vertebra thoracis III sampai IV. Esofagus distal (Fistel), yang mana lebih tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau 1-2 cm diatasnya. Jarak antara esophagus proksimal yang buntu dan fistula trakheaesofagus distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang berjarak jauh.

BACA:  Referat Kedokteran: Atresia Esophagus

2. Atresia esofagus terisolasi tanpa fistula ( 7%,  Vogt 11, Gross A )

Esofagus distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan segmen esophagus proksimal, dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda diatas diagframa.

3. Fistula trakeoesofagus tanpa atresia ( 4%, Gross E )

Terdapat hubungan seperti fistula antara esophagus yang secara anatomi cukup intak dengan trachea. Traktus yang seperti fistula ini biasa sangat tipis dengan diameter 3-5 mm dan umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya satu tapi pernah ditemukan dua atau tiga fistula.

4. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal ( 2%, Vogt III, Gross B )

Kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2 cm diatas dinding depan esofagus.1

5. Atresia esofagus dengan fistula trakeoesofagus proksimal dan distal (<1%, Vogt IIIa, Gross D)

Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati (misdiagnosa) dan diterapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal. Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki keseluruhan. seharusnya sudah dicurigai dari kebocoran gas banyak keluar dari kantong atas selama membuat/merancang anastomase.